Keterkaitan Spasial Antara Sumber Daya Ekologi & Perekonomian di Tingkat UrbanKeterkaitan Spasial Antara Sumber Daya Ekologi & Perekonomian di Tingkat Urban

Resensi Jurnal

Oleh: Gabriel Ivo Aveliano Kusuma Adi Valentino

Referensi

Hongxiao Liu, Baolong Han, Lan Wang, “Modeling the Spatial Relationship Between Urban Ecological Resources and The Economy,” Journal of Cleaner Production, 173, 207−216, 2018, http://dx.doi.org/10.1016/j.jclepro.2016.09.225

1. Pendahuluan

Tingkat urbanisasi dan pembangunan ekonomi sering dikaitkan dengan kualitas serta sumber daya ekologis. Penggunaan sumber daya yang meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi dan standar hidup. Akibatnya, konsumsi sumber daya alam dan polusi akan meningkat sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan yang tidak dapat dihindarkan. 

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi serta masalah lingkungan dapat dimitigasi melalui peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya, produktivitas sosial, dan dorongan untuk menjaga lingkungan. Akan tetapi, perkembangan ekonomi yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan dan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi.

Pengaruh faktor geografis terhadap pembangunan ekonomi dan alokasi sumber daya telah dikaji dalam kaitannya dengan aspek perekonomian kaitanya serta keterkaitannya dengan lingkungan pada berbagai kajian di bidang geografi ekonomi. Beberapa diantaranya terkait dengan teori tata letak industri, efek polarisasi, efek difusi, dan teori tempat sentral (Fujita et al., 1999; Hsu et al., 2014). 

Efek polarisasi mengacu pada pertumbuhan industri besar di suatu wilayah yang menarik sumber daya alam, tenaga kerja, dan ekonomi dari wilayah sekitarnya. Sebagai hasilnya, pembangunan di wilayah inti menjadi lebih cepat tetapi dengan ‘mengorbankan’ wilayah tetangganya. Sebaliknya, efek difusi berarti bahwa wilayah pertumbuhan inti mengekspor sumber daya dan teknologi ke wilayah sekitarnya sehingga meningkatkan pembangunannya. Dampak dari difusi dan polarisasi kemudian menentukan dampak suatu entitas ekonomi terhadap wilayah sekitarnya (Lu, 1995).

Kajian ini sendiri mengulas lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan ekonomi dengan lingkungan dari perspektif sosial ekonomi, terutama melalui analisis hubungan antara indeks kerapatan vegetasi atau Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP). 

NDVI sendiri merupakan representasi dari aspek lingkungan, sedangkan PDB merupakan representasi dari aspek perekonomian di berbagai zona administratif Tiongkok. Dalam konteks keberlanjutan, kajian yang diterbitkan oleh Journal of Cleaner Production ini juga mengeksplorasi bagaimana perkembangan ekonomi dapat memengaruhi lingkungan.

Keterkaitan antara Perekonomian dan Lingkungan

Hubungan antara ekonomi dan lingkungan sangat kompleks dan dinamis. Salah satunya dapat merujuk dari teori klasik, yakni kurva Environmental Kuznets Curve (EKC). Kurva EKC sendiri menunjukkan hubungan antara ekonomi dan lingkungan. 

Beberapa penelitian terdahulu telah menguji kurva EKC pada berbagai polutan seperti SO2, CO2, kebutuhan oksigen hayati (Biological Oxygen Demand/BOD), NOx, asap, pencemaran air, penggundulan hutan, limbah berbahaya, partikulat, dan konservasi keanekaragaman hayati (Miah et al., 2010; Thompson, 2012; Ucak et al., 2015; Kang et al., 2016). Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan berbeda-beda pada kurva berbentuk N, N terbalik, U, U terbalik, dan linier (Canas et al., 2003). 

Kajian ini sendiri menggunakan NDVI sebagai representasi variabel lingkungan. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) atau indeks kerapatan vegetasi merupakan indikator yang komprehensif untuk kualitas lingkungan. Indeks ini dapat menunjukkan kondisi vegetasi dan kesehatan ekosistem, yang sangat relevan dalam memahami dampak ekonomi terhadap sumber daya ekologi. 

NDVI menunjukkan bahwa aktivitas manusia, yang terdiri dari urbanisasi dan penggunaan sumber daya dapat mempengaruhi kondisi lingkungan. Dalam beberapa penelitian, variabel NDVI ini digunakan untuk mengkaji respons perubahan iklim. Hasilnya, respons NDVI mewakili beberapa karakteristik zona. Misal, vegetasi di zona iklim berbeda memberikan respons berbeda terhadap perubahan suhu dan curah hujan (Li dan Shi, 2000; Hou dan Zhao, 2013). Oleh karena itu, NDVI kemudian menjadi indeks yang penting dalam memahami terkait bagaimana perkembangan ekonomi dapat mempengaruhi kondisi ekologi. 

Penelitian ini sendiri bertujuan untuk memahami keterkaitan pengembangan ekonomi mempengaruhi kualitas lingkungan, khususnya melalui analisis hubungan antara Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan Produk Domestik Bruto (GDP). Berbagai penelitian terdahulu sebenarnya sudah menunjukkan hubungan pada berbagai tahap pembangunan ekonomi dan pada skala spasial yang berbeda (Chowdhury dan Moran, 2012; Zhou et al., 2015). Namun demikian, motivasi dari peneliti melakukan kajian ini yaitu pada penelitian terdahulu masih jarang ditemukan kaitannya dengan perekonomian terhadap ekologi secara spasial. 

Penulis juga melihat perekonomian kota-kota yang dilewati sepanjang jalur kereta cepat Provinsi Beijing sampai Guangdong yang merupakan penghubung wilayah Tiongkok bagian utara sampai selatan dengan tingkat iklim serta topografi yang berbeda-beda. Adapun lokasi penelitian pada wilayah sekitar jalur kereta cepat Beijing-Guangdong. Sebab, area ini merupakan salah satu rute transportasi utama di Tiongkok yang menghubungkan dua pusat perekonomian terbesar, yaitu Provinsi Beijing dan Provinsi Guangdong. Selain itu, mayoritas penelitian terdahulu hanya berfokus pada suatu wilayah di Tiongkok yang berwilayah kering (Zhou et al., 2015) dan iklim subtropis (Li et al., 2013) sehingga pemilihan area pada kajian ini juga mampu merepresentasikan hubungan antara perekonomian dan NDVI di berbagai zona iklim pada beberapa wilayah. 

2. Metodologi

Data & Sumber Data

Kajian ini menggunakan jalur kereta cepat Beijing-Guangzhou (BG) sebagai area penelitian. Jalur ini membentang dari wilayah utara sampai ke selatan Tiongkok lebih dari 2300 km, melintasi enam provinsi yaitu Provinsi Beijing, Provinsi Hebei, Provinsi Henan, Provinsi Hubei, Provinsi Hunan dan Provinsi Guangdong yang meliputi 85 zona administratif yang terbagi menjadi empat wilayah geografis berbeda (C1 yaitu sekitar timur dataran Pegunungan Taihang, C2 yaitu sekitar timur dataran Pegunungan Qinling, C3 yaitu sekitar tenggara dataran Pegunungan Dabie, dan C4 yaitu Perbukitan Pegunungan Nanling).

Figur 1. Rentang Spasial Wilayah Studi

Sumber: H. Liu et al (2018)

Data yang dipakai pada kajian ini yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) yang berasal dari China City Statistical Yearbook tahun 2013, Data NDVI (indeks kerapatan vegetasi) dengan resolusi 1 km diunduh dari Geospatial Data Cloud, International Scientific & Technical Data Mirror Site, Computer Network Information Center, Chinese Academy of Sciences. Selain itu, juga memakai peta digital mirip seperti shapefiles dan data GIS lainnya dari National Foundation GIS Data Base of China.

Spatial Matching Rate Analysis (SMRA)

Pada analisis korelasi biasa tidak mempertimbangkan pola spasial dalam variabilitas data. Oleh karena itu, pada kajian ini memakai alat analisis berupa Spatial Matching Rate Analysis sebagai metode langsung dan visual untuk mengamati pola serta kaidah antar data dengan susunan spasial linier

Spatial Matching Rate Analysis (SMRA) digunakan untuk mengamati hubungan antara indeks kerapatan vegetasi (NDVI) dan nilai Produk Domestik Bruto (PDB/GDP) di kota-kota yang terletak di sepanjang jalur kereta cepat Beijing-Guangzhou. Tahapannya ialah sebagai berikut.

Pertama, dilakukan korelasi spasial antara nilai GDP dan indeks NDVI tiap wilayah penelitian yang telah dipetakan dengan analisis spasial layering. Adanya hasil korelasi spasial negatif dan sesuai dengan nama analisisnya yaitu “MATCH.” Apabila GDP dan NDVI suatu wilayah memiliki hubungan negatif maka hasil ini menunjukkan bahwa wilayah dengan GDP tinggi memiliki nilai indeks NDVI yang rendah. Temuan ini kemudian mengindikasikan adanya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tidak berkelanjutan.

Figur 2. Hasil Pemetaan Spatial Matching Rate Analysis (SMRA) antara indeks NDVI dan nilai GDP

Sumber: H. Liu et al. (2018)

Sebagaimana dijabarkan pada bagian sebelumnya, penelitian ini terdapat 85 zona administratif dan dibagi menjadi empat wilayah geografis yang tersebar  sepanjang gradien lintang maka zona sampel kajian ini diurutkan dari lintang tinggi ke lintang rendah. Beijing_MD adalah nilai no 1 (P1) yang berarti Beijing terletak di lintang tertinggi penelitian dan Guangzhou_MD adalah nilai no 85 (P85) yang berarti Guangzhou terletak di lintang terendah penelitian. NDVIn adalah rata-rata NDVI zona no-n, sedangkan GDPn adalah GDP rata-rata zona no-n.

Dikarenakan kajian ini juga akan memodelkan kurva EKC maka dari hasil korelasi spasial antara indeks NDVI dan nilai GDP tiap-tiap wilayah akan menghasilkan titik-titik untuk kurva EKC dengan kriteria sebagai berikut:

  1. Jika NDVIn > NDVIn+1 dan NDVIn > NDVIn-1 dihasilkanlah nilai Pn yaitu titik puncak NDVI (NDVI_SP);
  2. Jika NDVIn < NDVIn+1 dan NDVIn < NDVIn-1 dihasilkanlah nilai Pn yaitu titik terbawah NDVI (NDVI_BP);
  3. Jika NDVIn < NDVIn+1 dan NDVIn > NDVIn-1 dihasilkanlah nilai Pn yaitu titik kenaikan NDVI (NDVI_IP);
  4. Jika NDVIn > NDVIn+1 dan NDVIn < NDVIn-1 dihasilkanlah nilai Pn yaitu titik penurunan NDVI (NDVI_DP).

Pada GDP juga memiliki kriteria dan didefinisikan yang sama yaitu GDP_SP, GDP_BP, GDP_IP dan GDP_DP. Begitupula keterangan yang sama pada SUMNDVI_SP didefinisikan jumlah NDVI_SP dan SUMNDVI_BP, SUMGDP_SP, dan SUMNDVI_SP. M merupakan jumlah nilai yang merupakan NDVI_BP dan GDP_SP. 

W merupakan jumlah nilai yang merupakan NDVI_SP dan GDP_BP. I adalah jumlah nilai yang merupakan NDVI_DP dan GDP_IP. D merupakan jumlah nilai yang merupakan NDVI_IP dan GDP_DP. Kemudian nilai M, W, I, dan P tersebut dipakai untuk mencari titik ekstrem pada spatial matching rate (extreme point spatial matching rate/EPMR) dan titik kecenderungan pada spatial matching rate (tendency point spatial matching rate/TPMR) dengan rumus sebagai berikut:

TPMR = (M + W + I + D)/85 (dikarenakan jumlah sampel adalah 85)

Permodelan & Regresi

Kajian ini memakai fungsi pangkat (power function) dikarenakan merujuk pada penelitian terdahulu sebagai fungsi dasar regresi dan fungsi pangkat (power function) dapat menangkap perubahan yang tidak linier dalam data. Dalam penelitian ini, data NDVI dan GDP menunjukkan perubahan yang tidak linier, sehingga power function lebih sesuai untuk menggambarkannya dengan persamaan sebagai berikut.

Y = aXb

dimana Y adalah indeks NDVI, X adalah nilai GDP, dan a serta b merupakan koefisien. 

Regresi pada kajian ini dilakukan dengan dua tahap. Pada regresi pertama dilakukan dengan data titik sampel dari semua wilayah. Lalu pada regresi yang kedua dilakukan dari masing-masing wilayah secara terpisah. Nilai R2 dari dua kelompok regresi untuk tiap wilayah secara independen yang selanjutnya dibandingkan tiap model.

3. Temuan

Hasil dari tingkat kecocokan antara nilai EPMR dan TPMR tidak terlalu jauh antara tiap wilayah penelitian yang dimana nilai EPMR untuk semua zona di sepanjang jalur kereta cepat Beijing-Guangzhou adalah 0,74 dan nilai TPMR untuk semua zona di sepanjang jalur kereta cepat Beijing-Guangzhou adalah 0,69. Hasil tiap zona menunjukkan bahwa nilai korelasi ini lebih kuat pada titik ekstrim karena nilai EPMR > TPMR terdapat di semua zona kecuali di wilayah C4.

Pada hasil Spatial Matching Rate Analysis (SMRA) adanya konsistensi tinggi dalam kecocokan spasial, dengan banyak zona yang menunjukkan kecocokan yang kuat antara indeks NDVI dan nilai GDP. Sehingga dapat memperkuat hasil bahwa tiap-tiap wilayah kecenderungan lebih dominan adanya hubungan negatif antara indeks NDVI dan nilai GDP.

Figur 3. Hasil dari Spatial Matching Rate Analysis (SMRA) Tiap Kota pada Empat Wilayah Geografis Penelitian

Sumber: H. Liu et al (2018)

Hubungan antara NDVI & GDP

Hubungan antara indeks NDVI dan Produk Domestik Bruto (GDP) dalam penelitian ini menunjukkan korelasi negatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa penurunan NDVI (indikator kualitas lingkungan) berkaitan dengan peningkatan GDP (indikator ekonomi). Hal ini berarti bahwa perkembangan ekonomi di kota-kota yang terletak di sepanjang jalur kereta cepat Beijing-Guangzhou cenderung menyebabkan penurunan sumber daya ekologi, seperti penurunan vegetasi. Kecenderungan nilai EPMR dan TPMR disebabkan beberapa faktor sebagai berikut.

  1. Perkembangan kota membutuhkan lebih banyak lahan untuk pembangunan, sehingga menyebabkan lebih banyak untuk mengorbankan lahan hijau dan lahan pertanian di wilayah perkotaan. 
  2. Wilayah administratif pada titik-titik ekstrim (baik titik puncak maupun titik terbawah) mempunyai ciri khas pola pembangunan wilayahnya, sehingga menjadikan permasalahan antara sumber daya ekologi dan perekonomian lebih terlihat jelas di zona-zona tersebut. 
  3. Wilayah C1 dan C2 berada di wilayah pegunungan di Dataran Cina Utara bagian barat. Mayoritas kota di kedua wilayah tersebut berada di kaki pegunungan, dan beberapa lainnya berada di dataran rendah. Selain itu, kondisi geografis kota di wilayah C3 dan C4 lebih homogen di wilayah dataran rendah. Dengan demikian, perbedaan tingkat vegetasi asli di lahan C1 dan C2 menyebabkan lemahnya kinerja aturan terkait pembangunan ekonomi.

Figur 4. Perbandingan Spasial Fungsi Pemodelan Antar Wilayah

Sumber: H. Liu et al (2018)

Analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara NDVI dan GDP, yang berarti bahwa peningkatan GDP sering kali diiringi dengan penurunan kualitas vegetasi. Hal ini dapat dilihat pada grafik diatas yang menunjukkan adanya pola yang berbanding terbalik antara NDVI dan GDP pada tiap-tiap wilayah. Pola ini menunjukkan bahwa selain wilayah administratif yang paling berkembang, wilayah sekitar inti ekonomi masih berada dalam tahap pembangunan yang tidak berkelanjutan dan menimbulkan dampak lingkungan yang besar. 

Kota-kota di wilayah C2 menunjukkan grafik NDVI yang lebih curam, hal ini menunjukkan bahwa pengembangan ekonomi di area tersebut lebih mahal dibandingkan dalam hal sumber daya ekologi. Kota-kota besar seperti Beijing, Wuhan dan Guangzhou memiliki kecenderungan yang sama yaitu tingginya nilai GDP tetapi indeks NDVI tergolong rendah. Penurunan NDVI menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat kemungkinan mengorbankan kualitas lingkungan. Temuan ini menekankan pentingnya kebijakan yang mempertimbangkan dampak lingkungan dari pertumbuhan ekonomi, serta perlunya strategi yang lebih berkelanjutan untuk mengelola ekologi di kota-kota besar.

Permodelan & Perbandingan Kurva EKC

Hasil dari persamaan regresi yang digambarkan menunjukkan memakai power function lebih baik daripada quadratic function dalam menggambarkan hubungan antara indeks NDVI dan GDP. Beberapa titik data outlier, seperti Zhengzhou_MD (kurva tengah paling kanan), menyebabkan kurva berbentuk “U” yang kurang baik karena terdapat ruang kosong yang besar antara outlier dan titik data terdekat. 

Figur 5. Pemodelan Kurva Power Function dan Quadratic di Semua Zona

Sumber: H. Liu et al (2018)

Kota dengan PDB tertertinggi di setiap wilayah seperti di C3 mempunyai kesenjangan yang besar dengan kota yang memiliki nilai PDB tertinggi kedua yaitu C2. Sehingga bentuk kurva dengan model power function lebih sesuai untuk memodelkan fenomena pada kajian ini daripada memakai quadratic function.

4. Simpulan

Penelitian ini menganalisis hubungan antara indeks NDVI dan nilai GDP di sepanjang jalur kereta cepat Beijing-Guangdong secara spasial sebagai pusat perekonomian dan urbanisasi dengan fokus pada empat kelompok wilayah yang berbeda. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat konsistensi tinggi dalam kecocokan spasial antara indeks NDVI dan nilai PDB. Adapun secara mayoritas dari wilayah kota administratif yang dijadikan sampel menunjukkan adanya pola konsumsi sumber daya lingkungan yang tidak mempertimbangkan aspek berkelanjutan. 

Melihat sampel analisis kajian yang diterbitkan tahun 2018 ini sebagian besar merupakan wilayah urban atau kota besar, kajian ini mengungkapkan adanya kualitas lingkungan sering kali diabaikan bahwa meskipun terdapat pertumbuhan ekonomi yang signifikan dengan hasil yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang negatif antara indeks NDVI dan nilai PDB di tiap wilayah. 

Penelitian ini memberikan wawasan penting bagi pengambil kebijakan dan perencana kota untuk mengembangkan strategi yang lebih berkelanjutan dalam menghadapi tantangan urbanisasi dan pengembangan ekonomi

Secara keseluruhan, penelitian ini menyoroti perlunya perhatian yang lebih besar terhadap dampak lingkungan dari pertumbuhan ekonomi dan pentingnya mengintegrasikan kebijakan lingkungan dalam perencanaan pembangunan kota. Temuan ini menekankan pentingnya perencanaan kota yang berkelanjutan serta kebijakan pemerintah yang mempertimbangkan dampak lingkungan dari pengembangan perekonomian di suatu wilayah. Diperlukan juga pendekatan yang lebih kompleks guna mengelola sumber daya alam dan menjaga kualitas lingkungan serta ekologi seiring dengan pertumbuhan ekonomi.

 


Disc: SpaRSE’s SEEDs (Spatial & Regional Economics Digest for Sustainability) merupakan telaah literatur yang terkait dengan ekonomika spasial dan keterkaitannya dengan tujuan-tujuan dari pembangunan yang berkelanjutan (Sustainabble Development Goals/SDGs)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Accessibility Toolbar