Resensi Jurnal
Oleh: Gabriel Ivo Aveliano Kusuma Adi Valentino
Referensi
Feriel Kheira Kebaili, Amel Baziz-Berkani, Hani Amir Aouissi, Florin-Constantin Mihai, Moustafa Houda, Mostefa Ababsa, Marc Azab, Alexandru-Ionut Petrisor, dan Christine Fürst, “Characterization and Planning of Household Waste Management: A Case Study from the MENA Region” Sustainability 2022, 14, 5461. https:// doi.org/10.3390/su14095461
1. Pendahuluan
Krisis lingkungan merupakan masalah yang sedang dihadapi dunia beberapa tahun belakangan. Salah satunya ditandai dengan tingkat produksi sampah yang semakin tinggi, khususnya limbah rumah tangga yang disebabkan oleh tingginya faktor konsumsi dan dampak urbanisasi.
Adapun populasi manusia yang akan tinggal di daerah perkotaan meningkat dan diprediksi mencapai 70% pada tahun 2050 (Our World in Data, 2018). Terlebih, terdapat 0,9 miliar manusia yang saat ini tidak memiliki akses terhadap layanan pengumpulan sampah secara teratur di wilayah perkotaan di seluruh dunia, terutama pada negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah (Mihai, 2017).
Perluasan infrastruktur sanitasi dan pengelolaan limbah di wilayah perkotaan juga merupakan salah satu komponen guna menunjang tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030. Salah satunya melalui konsep smart city yang mana kemudian diharapkan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup di perkotaan.
Akan tetapi, terdapat tantangan yang dihadapi oleh smart city, yaitu pengelolaan sampah. Sebab, pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang semakin tinggi akan berdampak juga pada meningkatnya produksi sampah tiap tahun. Bahkan pada tahun 2050, produksi sampah dunia diperkirakan akan mencapai 3,40 miliar ton (Wowrzeczka, 2021).
Fokus pada Wilayah di Kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA/ Middle East North Africa)
Negara-negara berpendapatan tinggi menghasilkan sekitar 34% sampah dunia. Sementara itu, total yang dihasilkan di negara-negara berpendapatan rendah diperkirakan akan meningkat lebih dari tiga kali lipat pada 2050 (Kaza et al, 2018). Kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara sendiri diperkirakan akan menghasilkan 6% sampah dunia pada tahun tersebut.
Telebih, mengingat pertumbuhan kota di kawasan MENA tergolong cepat maka diperkirakan pada tahun 2050 total sampah yang dihasilkan akan meningkat dua kali lipat (atau bahkan tiga kali lipat). Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan sampah padat yang lebih efisien di kota-kota tersebut.
Adapun telah banyak teknologi canggih terbarukan yang telah muncul dan sudah digunakan dalam pengelolaan sampah. Beberapa diantaranya ialah robot pendaur ulang, internet of things (IoT), truk tanpa pengemudi, dan sensor tingkat sampah sehingga dapat lebih mengoptimalkan operasi pengumpulan serta pengolahan sampah di kota-kota besar di seluruh dunia.
Kawasan di negara-negara MENA sendiri masih bergantung pada tempat pembuangan sampah sebagai rute pembuangan utama limbah rumah tangga. Meskipun demikian, telah terdapat inisiatif untuk memperkirakan skema pengumpulan pemisahan sampah dan praktik daur ulang.
Aljazair salah satunya. Negara ini merupakan salah satu negara terbesar di benua Afrika dan di negara Arab. Populasi di Aljazair mencapai 44 juta jiwa dan memiliki kepadatan yang heterogen (populasi tinggi di utara tetapi rendah di wilayah kering) sehingga mengakibatkan diversifikasi yang tinggi dalam produksi sampah antara kota-kota yang sudah terurbanisasi dan wilayah-wilayah lainnya.
Pengelolaan sampah di wilayah Aljazair tidak diatur secara memadai sehingga produksi sampah yang dihasilkan pada tiap rumah tangga menghasilkan rata-rata 0,81 kg limbah rumah tangga per hari. Produksi ini terus meningkat, melampaui 8,5 juta ton pada tahun 2021.
Meningkatnya produksi sampah yang diikuti dengan lonjakan demografi di negara Aljazair serta infrastruktur pengelolaan sampah di wilayah perkotaan kurang memadai menjadikan permasalahan dalam studi ini. Terlebih, pada beberapa penelitian terdahulu, fokus penelitian berkaitan dengan urbanisasi, pembangunan berkelanjutan, dan pengelolaan limbah di wilayah Aljazair masih sedikit dibahas.
Beberapa tempat pembuangan sampah di Aljazair yang masih tidak terkelola juga turut menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah Aljazair terus berupaya untuk mengelola limbah rumah tangga dengan mengadopsi inovasi teknologi dengan memperhatikan masyarakat dan komunitas. Harapannya, solusi tersebut dapat meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan memungkinkan pengelolaan limbah yang efisien.
Tujuan Studi
Studi ini berfokus pada unsur-unsur dan faktor-faktor yang menyebabkan produksi limbah rumah tangga yang berlebihan di wilayah Aljazair dengan pendekatan statistika dan analisis spasial. Terdapat dugaan bahwa peningkatan limbah rumah tangga tidak hanya terkait dengan pertumbuhan populasi, tetapi juga dengan faktor-faktor lain seperti pendidikan, standar hidup, struktur perkotaan, infrastruktur penunjang daur ulang, sistem pengumpulan limbah, dan pembangunan sosial ekonomi.
Studi ini sendiri mencoba untuk membuktikan hipotesis tersebut guna mengisi kekosongan dalam literatur yang ada mengenai pengelolaan limbah rumah tangga di wilayah studi.
2. Metodologi
Area Studi
Studi ini dilakukan di Kota Aljir, yang merupakan ibu kota politik, administratif, dan ekonomi negara Aljazair. Kota ini merupakan pusat dari semua lembaga politik dan sosial, lembaga ekonomi terutama pusat keuangan, pusat pengambilan keputusan utama, dan pusat perwakilan diplomatik.
Pembagian administratif di Aljazair dalam Bahasa Aljazair dinamakan “Wilaya” yang membentang sepanjang 808,89 km2 dan dibatasi oleh Laut Mediterania di utara, wilayah Blida di selatan, Tipaza di barat, dan Boumerdès di timur.
Figur 1. Lokasi Studi di Negara Aljazair
Sumber: Kebaili et al (2022)
Keterangan: wilayah sebelah kiri adalah peta Aljazair dan sebelah kanan adalah peta kota Aljir
Data & Variabel
Data yang digunakan dalam studi ini berasal dari berbagai sumber, termasuk dua perusahaan yang bertanggung jawab atas pengelolaan limbah di Aljazair. Data dikumpulkan dari departemen teknis manajemen umum. Kedua perusahaan tersebut adalah EPIC EXTRANET, yang berlokasi di Bab Ezzouar-Algiers, dan bertanggung jawab atas 31 ‘wilaya’, dan EPIC NETCOM, yang berlokasi di Mohamed Nail-Algiers, dan bertanggung jawab atas 26 ‘wilaya.’
Data lainnya diperoleh dari Kantor Statistik Nasional yang berlokasi di Ruisseau, Aljir, dan Badan Limbah Nasional yang berlokasi di Hamma, Aljir. Pemetaan perusahaan yang bertanggung jawab atas pengelolaan limbah dipetakan sebagai berikut.
Figur 2. Distribusi Spasial Perusahaan yang Bertanggung Jawab Atas Pengelolaan Limbah
Sumber: Kebaili et al (2022)
Variabel yang dipakai pada studi ini terdapat delapan variabel yang dijabarkan sebagai berikut:
- Luas wilayah keseluruhan tiap kota;
- Jumlah populasi;
- Tingkat pendidikan −jenjang di perguruan tinggi− tiap penduduk;
- Penduduk produktif (bekerja atau bersekolah/kuliah);
- Jumlah tempat sampah yang dimiliki oleh perusahaan terkait;
- Rute pengumpulan sampah;
- Jumlah karyawan pada perusahaan pengelolaan limbah;
- Perusahaan yang mengelola pengumpulan limbah (Extranet atau Netcom).
Data yang diberikan oleh perusahaan pengelola limbah dan variabel-variabel yang disebutkan di atas juga akan dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis spasial dan teknik SIG (Sistem Informasi Geografi).
Teknik Analisis
Analisis kuantitatif didasarkan pada pendekatan statistika yang digunakan untuk melihat variabel yang memengaruhi produksi limbah, terutama jumlah total limbah. Analisis geostatistik juga digunakan untuk melihat distribusi spasial produksi limbah dan potensi pendorongnya. Oleh karena itu, dilakukan analisis regresi berganda untuk melihat kemungkinan faktor-faktor yang memengaruhi jumlah total limbah.
Adapun dua model yang dianalisis. Pertama, model lengkap yang melihat pengaruh simultan semua faktor pendorong. Kedua, model terbatas yang diperoleh dari model sebelumnya yang terdiri dari semua variabel penyebab dengan pengaruh signifikan secara statistik simultan terhadap jumlah total limbah. Selain itu, metode analisis geospasial juga diperlukan untuk memetakan berupa distribusi spasial dari nilai antarunit administratif yang berbeda pada tiap nilai-nilai dihasilkan.
3. Temuan
Hasil analisis secara statistika memakai regresi berganda dan korelasi. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa pengelolaan sampah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan luas permukiman, khususnya luas wilayah dan populasi.
Pengelolaan limbah juga dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan yang mengelola pengumpulan limbah dengan melihat dari jumlah rute pengangkutan limbah dan jumlah karyawan perusahaan pengangkutan limbah. Hal ini didukung dari hasil korelasi yang positif dan kuat antara luas wilayah, populasi, rute pengumpulan dan jumlah karyawan terhadap produksi limbah.
Sementara itu, variabel sosiodemografi berupa tingkat pendidikan dan tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh terhadap produksi limbah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat urbanisasi dan luas pemukiman memiliki peran yang sangat penting dalam pengelolaan sampah di wilayah perkotaan.
Figur 3. Distribusi Spasial Produksi Limbah di Seluruh Area Studi
Sumber: Kebaili et al (2022)
Adapun dalam konteks studi ini, analisis spasial sangat berguna untuk memetakan produksi dan distribusi limbah sehingga dapat membantu pengelola untuk merencanakan infrastruktur dan pengelolaan sampah secara lebih efisien. Produksi limbah yang dihasilkan di Kota Aljir secara spasial juga memiliki kecenderungan adanya pengelompokan.
Wilayah utara Kota Aljir yang lebih padat penduduknya menghasilkan sampah lebih banyak limbah dibandingkan wilayah selatan yang lebih luas namun kurang padat. Dengan kata lain, wilayah dengan luas wilayah yang besar dan dengan populasi yang padat cenderung menghasilkan banyak limbah.
Adapun wilayah utara merupakan daerah di sekitar pusat kota, dekat dengan pesisir, memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi dan menunjukkan produksi limbah yang tinggi. Sebab, tingkat urbanisasi dalam wilayah ini tergolong tinggi. Selain itu, wilayah ini juga merupakan pusat aktivitas ekonomi dengan jumlah penduduk yang lebih besar.
Sementara itu, wilayah selatan yang lebih dekat dengan daerah gurun memiliki produksi limbah yang jauh lebih rendah. Kepadatan penduduk yang rendah dan aktivitas ekonomi yang terbatas di wilayah ini menyebabkan volume limbah yang dihasilkan lebih sedikit.
Figur 4. Distribusi Spasial Indeks Agregat Di Seluruh Wilayah Studi
Sumber: Kebaili et al (2022)
Lebih lanjut, studi ini juga menggunakan principal component analysis (PCA) yang digabungkan dengan Geographic Information System (GIS) untuk mengidentifikasi komponen-komponen utama yang mempengaruhi distribusi limbah di seluruh komune di Aljir.
Hasil penggabungan PCA dan GIS pada studi ini mampu mengidentifikasi “hotspots” atau titik-titik kritis yang membutuhkan perhatian lebih dalam hal pengelolaan limbah. Hotspots tersebut merupakan wilayah dengan produksi limbah tinggi tetapi infrastruktur dan fasilitas pengelolaan limbah yang terbatas.
Hotspots ini kemudian dapat menjadi fokus untuk peningkatan fasilitas pengumpulan dan daur ulang limbah, serta untuk program edukasi yang mendorong pemilahan limbah. Pemetaan ini memungkinkan perencanaan yang lebih tepat sasaran, sehingga sumber daya dapat diarahkan ke wilayah-wilayah yang paling membutuhkan.
Figur 5. Distribusi Spasial dari Persentase Penduduk dengan Gelar Sarjana
Sumber: Kebaili et al (2022)
Dari sisi karakteristik demografis, tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi ekonomi secara statistik tidak signifikan mempengaruhi volume produksi limbah. Akan tetapi, analisis spasial menunjukkan adanya distribusi demografis yang signifikan. Dalam konteks ini, wilayah dengan penduduk yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki infrastruktur yang lebih baik.
Temuan ini kemudian mengindikasikan bahwa faktor-faktor seperti tingkat pendidikan bukanlah pendorong utama dalam produksi sampah, tetapi masih relevan dalam konteks perencanaan dan pengelolaan fasilitas. Sebab, wilayah dengan lebih banyak individu berpendidikan mungkin lebih sadar akan pentingnya pengelolaan limbah dan lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam praktik daur ulang limbah.
Figur 6. Distribusi Spasial Jumlah Tempat Sampah di Seluruh Area Studi
Sumber: Kebaili et al (2022)
Analisis spasial juga menunjukkan adanya ketimpangan distribusi infrastruktur pengelolaan limbah, seperti halnya jumlah tempat sampah dan rute pengumpulan limbah. Wilayah yang lebih maju dan padat penduduk memiliki infrastruktur yang lebih baik, sedangkan wilayah-wilayah dengan produksi limbah rendah di selatan umumnya kurang dilengkapi dengan fasilitas tersebut.
Ketimpangan dalam distribusi infrastruktur pengelolaan limbah ini dapat berpotensi meningkatkan risiko pembuangan limbah ilegal di wilayah-wilayah yang kurang memadai infrastruktur pengelolaan limbahnya. Daerah yang tidak memiliki jumlah tempat sampah yang cukup atau rute pengumpulan yang memadai mungkin tidak mampu menangani volume limbah rumah tangga secara efisien. Sebagai hasilnya, terjadi penumpukan limbah dan dampak negatif pada lingkungan.
4. Simpulan
Studi ini berfokus pada peran dan perencanaan pengelolaan limbah rumah tangga di negara Aljazair, terutama di Kota Aljir. Pemilihan Kota Aljir sendiri sebagai objek penelitian didasarkan bahwa wilayah ini terletak di salah satu negara terbesar di benua Afrika dan negara Arab (MENA/ Middle East North Africa) yang dihadapkan pada permasalahan pengelolaan sampah kurang memadai serta semakin meningkatnya total sampah yang dihasilkan setiap tahunnya.
Studi ini menyoroti bahwa pendekatan spasial dan analisis statistik spasial dapat menjadi suatu alat yang efektif untuk menilai dan memantau aliran limbah rumah tangga di daerah perkotaan, terutama di kota-kota Afrika Utara.
Hasil analisis geospasial juga mengungkap bahwa distribusi produksi sampah di Aljazair dipengaruhi oleh faktor-faktor geografis, demografis, dan infrastruktur pengelolaan sampah. Hasil analisis spasial ini memberikan dasar untuk pengambilan keputusan yang lebih baik dalam perencanaan pengelolaan limbah, terutama dalam mengidentifikasi wilayah yang membutuhkan peningkatan infrastruktur dan sistem pengelolaan.
Lebih lanjut, hasil analisis regresi berganda mengungkapkan bahwa pengelolaan limbah secara signifikan dipengaruhi oleh ukuran pemukiman (luas dan jumlah populasi) dan karakteristik perusahaan pengelolaan limbah, seperti halnya jumlah rute pengumpulan dan karyawan. Menariknya, faktor sosiodemografi seperti tingkat pendidikan dan tingkat pekerjaan tidak menunjukkan dampak yang signifikan pada produksi limbah.
Studi ini juga menekankan perlunya memperluas skema pengumpulan limbah yang dipisahkan berdasarkan jenisnya, terutama untuk limbah organik dan limbah yang dapat didaur ulang sebelum membuang limbah ke tempat pembuangan sehingga dapat mendukung prinsip ekonomi sirkuler.